Taksa Jaegi
(09. Pukul-Pukul, Bukan Pegang-Pegang)
**
"Buat acaranya, gue kurang setuju sama plan B." Seulgi mengembuskan napas sementara matanya memindai cepat draft yang tergeletak di atas permukaan meja. "Selisih waktunya terlalu dekat dari plan A, mungkin bisa ditambah dua sampai tiga menit lagi." "Itu udah ditambah 5 menit dari jam seharusnya loh." Lia mengembuskan napas, ikut memperhatikan draft yang ada di tangannya. "Ideal-nya plan B itu lima menit, Gi.""Iya, sih." Seulgi mengangguk paham, tangannya bergerak, menunjuk draft masih dengan kening berkerut. "Kalau gitu, gue pikir jadwal daftar ulang bisa dibuat lebih pagi agar durasinya semakin panjang.""Kenapa?" giliran Jaebum yang bertanya. "Ini Indonesia, btw," jawab Seulgi tenang. "Walaupun Pradnyais itu sekolah internasional, kalian tetep tinggal di Indonesia. Kalau waktu daftar ulang mepet kayak gitu, Pradnyazen nggak akan banyak yang daftar ulang. Bisa-bisa kita kurang peserta." "Kalau mereka niat berpartisipasi, mereka pasti mencoba nggak ngaret." Jeno berkata dengan bingung. "Kalau mereka niat berpartisipasi, mereka pasti nggak masalah datang lebih pagi," koreksi Seulgi, menjentikkan jarinya dengan senyuman. "Tapi, itu cuman pendapat gue sih." "Bum, gimana?" Sakura yang sejak tadi mendengarkan perdebatan dengan Wendy di sisinya kini bertanya pada Jaebum. "Menurut lo gimana?" Jaebum bersedekap, menimbang sekilas sebelum akhirnya menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Lia, "Gue setuju plan B tetep selisih lima menit." Kemudian menoleh ke arah Seulgi, "dan gue setuju daftar ulang jadi lebih pagi.""Jadiー" Seulgi belum sempat melanjutkan ucapannya karena ponsel yang berada di atas permukaan meja mendadak bergetar, menjadikan benda itu objek fokus semua orang yang berada di dalam ruangan. Rasi Bintang. Seulgi mengembuskan napas lalu menyambar ponselnya. "Gue permisi bentar." Kemudian mengangkat panggilan setelah dirinya berada di dapur seorang diri. "Hey, Rasi." Seulgi berkata tenang, menduduki salah satu kursi tinggi yang sebelumnya ditempatkan Sakura di sana. "Mama pasti minta kamu telepon aku, ya?"Tidak terdengar jawaban apapun, hanya deru napas pemuda itu yang bisa Seulgi dengar samar-samar. "Tidur kamu nyenyak, Ras? Di sana udah pagi, 'kan?" Seulgi kembali bertanya, mencoba berkata dengan begitu ceria. "Seulgi." Pemuda itu, Arasi Helios Darmono, akhirnya berkata ragu setelah sekian lama hanya membiarkan hening mengambil alih. "Maaf ya."Seulgi mengembuskan napas. Entahlah, berbicara dengan Rasi, adiknya, selalu membuat perasaannya memberat. "Kok minta maaf? Kamu di sana nakal, ya?""Aku yakin, pasti ... mama buat kamu terbebani lagi, 'kan? Pasti bawa-bawa aku juga, 'kan?" Gadis itu tidak tahu harus menjawab apa. Terbebani? Tentu saja. Seulgi bahkan merasa ada tali kekang yang membelenggu pergerakannya.Tali kekang yang hanya dia sendiri yang bisa merasakan keberadannya."Nggak apa-apa, Rasi." Seulgi kembali mengembuskan napas. "Kan, emang harusnya kita laluin bareng-bareng."Nggak apa-apa, karena gue hanya pelengkap, 'kan? Pelengkap yang ada, tetapi tetap saja tidak bisa merubah apapun yang akan terjadi nantinya. Gue pelengkap hidup lo."Tapi kamu lakuin semuanya sendiri, Seulgi. Kamu bukan pelengkap." Suara Rasi terdengar begitu dalam, dia seakan tahu apa yang Seulgi rasakan saat ini. "Kaeena seharusnya, kita saling lengkapin satu sama lain." Jujur, Seulgi benar-benar kehilangan kata-kata saat ini. "Hey, kok jadi mellow gini, sih? Nanti kamu sakit lagi kalau overthinking. Cepet sembuh biar bisa pulang. Terus, kita bisa saling lengkapin satu sama lain." Netra Seulgi mendapati Jaebum melangkah ke arahnya, membuka pintu kulkas, mengeluarkan sebotol air mineral dingin, menyandarkan tubuhnya di kitchen island tanpa ekspresi, dan kemudian meneguk isinya perlahan. "Kamu udah makan?" Seulgi kembali bertanya, memgabaikan Jaebum yang kini melirik ke arahnya. "Maaf ya sayang, karena aku ada acara mendadak, kita jadi nggak bisa dinner bareng." "Hah? Apaan, Gi?" Rasi balas bertanya bingung. Kenapa Seulgi tiba-tiba bersikap seperti ini? "Kamu pura-pura telepon pacar lagi, ya? Astaga Seulgi, nggak bosen?" "Ih, kamu pinter banget deh, sayang," jawab Seulgi cepat. "Aku, kan, jadi semakin kangen kamu." Jaebum kini benar-benar menatapnya dengan alis terangkat. "Tutup deh, Gi. Capek aku dengerin kamu kayak gini. Kamu lagi sama Wendy? Atau cuman bohong ke mama?""Beneran sama Wendy kok," jawab Seulgi. "Aku bukan mau ketemu cowok lain.""Iya sekarang beneran, tapi alasan utamanya bukan Wendy, 'kan? Jangan bilang, kamu beneran mau ketemu cowok?" Seulgi memutar bola mata jengah karena Rasi sepertinya tahu pola pikirnya. Apa telepati antar saudara kembar memang benar adanya? Kalau benar, rasanya Seulgi tidak tahu harus lari ke mana lagi kalau perasaannya sendiri saja sudah tidak aman. "Hehe. Bye, Rasi.""Iya." Rasi memutuskan sambungan telepon lebih dulu hingga Seulgi akhirnya mendongkak menatap Jaebum yang masih menatap ke arahnya. "Ngapain lo di sini?" tanya Seulgi. "Ini bukan rumah lo," jawab Jaebum dengan alis terangkat, "dan bukan urusan lo juga gue mau ada di mana.""Ish, sebel." Seulgi kembali memutar bola mata jengah, nyaris melempar pisau yang berada di tempatnya. "Eh, Bum." "Kak Jaebum.""Dasar gila hormat!" "Bukan gue yang gila hormat, tapi lo yang harus tau sopan santun," balas Jaebum pedas. "Ini bukan Heaver.""Kalau di Heaver, boleh dong berarti?" Jaebum tidak menjawab, lebih memilih melangkah keluar dari dapur sementara Seulgi mengekorinya dari belakang. "Jaebum.""Hm?""Kalau lo bisa milih berubah jadi benda, lo mau berubah jadi apa?" Tanpa alasan yang jelas, Seulgi mendadak bertanya dengan manis. "Lakban," jawab Jaebum datar. "Biar bisa nutup mulut lo." Tawa Seulgi pecah, dia melayangkan satu pukulan keras di punggung Jaebum tepat ketika keduanya sampai di ruangan rapat. "Halah, nutup mulut tuh pake bibir, bukan pake lakban!" Jaebum menghentikan langkah, menoleh dengan mata melebar ke arah Seulgi yang masih tersenyum tanpa merasa bersalah, karena keduanya kini sudah menjadi sorotan semua orang yang berada dalam ruangan. "Apa, nih, tiba-tiba pake bibir aja." Seungwoo tertawa keras, melayangkan satu bantal sofa yang langsung ditangkap Jaebum dengan tanggap. "Tahan dulu, Bum, malu sama adek kelas." "Duh, Kak Jaebum." Jeno menggelenglan kepala walau seulas senyum kini terlihat di sebelahnya. "Gue nggak nyangka.""Bacot," desis Jaebum, melirik ke arah Seulgi yang tengah melahap makanan ringan yang berada di atas permukaan meja dengan gembira seakan ucapan Seungwoo dan Jeno tidak menganggunya sama sekali. "Makanya, jangan ngomong yang aneh-aneh," tegur Jaebum dengan kening berkerut dalam dan rahang yang mengeras. Seulgi kembali memutar netranya. Loh, gue nggak salah, 'kan? Bukannya emang harus mengatupkan bibirnya ya supaya mulut tertutup? Seulgi tidak habis pikir, namun tentu saja tidak mau berpikir lebih jauh lagi. "Bukan salah gue dong kalau pikiran kalian kotor?" Seulgi berkata setelah lagi-lagi melayangkan satu pukulan di baju Jaebum. "Pikiran lo juga kotor banget, sih.""Nggak usah pegang-pegang." "Gue pukul-pukul, bukan pegang-pegang," koreksi Seulgi yang nampaknya benar-benar tidak peduli apapun lagi. "Mau banget gue pegang, hah?"Wen." Sakura berbisik ke arah Wendy yang sejak tadi mengamati situasi dengan alis terangkat "Tuh, kan, mereka ada hubungan apa, sih?"Wendy tidak menjawab, dia mengangkat bahu lalu lebih memilih memainkan ponselnya dengan senyuman lebar. Gue harus tanya Mark pokoknya! Karena jujur, Wendy bahkan tidak tahu apa yang membuat Jaebum dan Seulgi terlihat dekat. Iya, baginya, adu mulut adalah tanda kedekatan Seulgi dengan lawan jenisnya. Karena Seulgi yang terlihat bersama Jaebum, nampaknya bisa menjadi diri sendiri tanpa harus susah-susah menjaga identitas di bagian belakang namanya.
Ily's note: Hai, aku tahu ini telat banget. Harusnya aku update, tapi ternyata tugas semester ini lebih banyak dari yang aku kira. Kegiatan di himpunan juga makin banyak, jadi aku lumayan susah atur waktu buat nulis lagi. Tapi sekarang aku lagi coba buat plan aktivitas lagi biar semua tertata jadi lebih baik dan aku bisa update sesuai jadwal juga.Makasih buat yang udah baca Taksa sampai sejauh ini♥
Bạn đang đọc truyện trên: RoTruyen.Com